You should not underestimate people (even if they seems uglier and fatter than you)

Jadi, gue barusan costest, dan pas masang kontak lens, gue keinget kejadian unik waktu gue ngebelinya. Sebenernya biasa aja sih, cuma bagi gue… ini unik.

Gue habis keliling-keliling plaza buat nyari baju yang cocok buat Gou, dan gue pengen ngecek apakah di sini ada ngestock lens warna merah. Sebenernya gue pesimis sih, soalnya warna merah itu jarang dipake sama orang sini untuk gaya, tapi gue mikirin ongkir…dan ga rugi kan kalo cuma nanya? Jadi gue tanya ke stand yang jual kontak lens. Kebetulan pas gue baru dateng, ada mbak-mbak cantik (dan rada judes, atau kalo gamblangnya, songong) yang lagi nyoba-nyoba beberapa kontak lens warna abu-abu dan ngeluh, “Duh, bukan yang gini yang aku mau…aku mau yang rada gede, ini kurang gede…lagian yang mana ya yang lebih bagus menurut mbak, yang ini atau yang itu? Bentar deh, aku tunjukin, aku mau yang kayak gini—” (intinya dia merepet, ngeluh soal kontak lensnya ga sesuai sama apa yang dia mau, terus dia nyari gambar di BBnya).

Karena si mbak cantiknya lagi sibuk nyari gambar, gue nanya ke mbak yang jualan. Gue, dengan penampilan seadanya, badan gemuk dan muka pas-pasan, senyum dan nanya dengan sopan, “Mbak, ada kontak lens warna merah, gak?”

Nah, apa yang terjadi?

Mbak yang jualan bengong dan mbak yang cantik mendengus—-matanya masih ke BB, nyari gambar, tapi dia berbisik keras (dengan nada mengejek), “Buat apaan kontak lens merah?”

Gue berkedip. Songong amat ini setan—-“Cosplay.”

Baca lebih lanjut

“Kita gemuk dan kita berada di kasta paling bawah.”

Whut? Judul macam apa itu?

Ahaha, sebelumnya, assalamua’laikum dan hai, semuanyaaaa~~ ❤ ❤

Saya sedang sakit. Pertamanya sih agak-agak demam, terus pilek, daaaan ujung-ujungnya saya jadi batuk berdahak. Ga parah sih, cuma ujung-ujung jari dan tangan saya terus kedinginan meskipun cuacanya teriiiik banget, ditambah dengan cuaca kota saya tercinta yang belakangan ini emang rada-rada ekstrim perubahannya… jadi yah, bisa dibilang kalau sakit saya agak mengganggu (catat: cairan yang menyumbat rongga pernapasan itulah yang sebenernya mengganggu).

Oke, gak penting.

Ide untuk post ini sudah muncul di kepala saya sejak kurang lebih sebulan yang lalu, di mana saya baru saja pulang dari Try Out dan berguling depresi di atas tempat tidur saya, meratapi kenyataan bahwa saya tau saya gagal dalam mengerjakan soal-soal yang ada tadi. Saya masih terus berguling hingga adik laki-laki saya, sebut saja namanya Bunga—eh, Rafli maksudnya—masuk ke kamar saya untuk mengambil laptop dan terdiam melihat kakaknya berguling-guling.

Saya diem. Berhenti ngeguling.

Dia juga diem. Ngelihatin saya dengan pandangan mikir.

Saya langsung merasa kalau dia sedang berusaha menghadapi kenyataan miris bahwa mahkluk absurd yang berguling tadi adalah kakak kandungnya. Tapi ternyata saya salah, yang keluar dari mulutnya adalah…

“Kak, kau gendut. Aku gendut. Dan karena itu, kita ada di kasta paling bawah.”

Saya jatuh dari tempat tidur. Literally.

Ternyata yang dia pikirkan jauh lebih absuuuuurd! Baca lebih lanjut