[Cerpen] Menunggu

All that’s left is to…wait for the time to erase those feelings.

Aku terpaku di kursiku. Bergeming.

Tidak, tidak ada airmata yang jatuh kali ini. Aku sudah terlalu lelah untuk mengeluarkan substansi penuh perasaan itu; dan aku tidak berniat untuk mengeluarkannya lagi karena seorang pemuda yang sama. Sudah cukup. Sedih juga ada batasnya; dan aku percaya kalau aku sudah lama melampaui batas itu. Sekarang, semua terasa tumpul. Kosong. Kebas. Tidak ada yang bisa dirasakan sama sekali.

Aku hanya berpikir.

Benarkah begini?

Seorang perempuan tidak seharusnya mengambil kendali; kendatipun seberapa tidak mengertinya lelaki tersebut akan perasaannya sendiri, yang seharusnya dilakukan oleh seorang wanita adalah menunggu. Menunggu, menunggu, dan menunggu. Persetan dengan emansipasi wanita, toh persepsi orang-orang tidak mudah untuk diubah. Tidak pantas jika seorang wanita terlalu agresif dalam sebuah hubungan.

Terlebih, dalam sebuah hubungan yang telah berakhir. Baca lebih lanjut

“Kita gemuk dan kita berada di kasta paling bawah.”

Whut? Judul macam apa itu?

Ahaha, sebelumnya, assalamua’laikum dan hai, semuanyaaaa~~ ❤ ❤

Saya sedang sakit. Pertamanya sih agak-agak demam, terus pilek, daaaan ujung-ujungnya saya jadi batuk berdahak. Ga parah sih, cuma ujung-ujung jari dan tangan saya terus kedinginan meskipun cuacanya teriiiik banget, ditambah dengan cuaca kota saya tercinta yang belakangan ini emang rada-rada ekstrim perubahannya… jadi yah, bisa dibilang kalau sakit saya agak mengganggu (catat: cairan yang menyumbat rongga pernapasan itulah yang sebenernya mengganggu).

Oke, gak penting.

Ide untuk post ini sudah muncul di kepala saya sejak kurang lebih sebulan yang lalu, di mana saya baru saja pulang dari Try Out dan berguling depresi di atas tempat tidur saya, meratapi kenyataan bahwa saya tau saya gagal dalam mengerjakan soal-soal yang ada tadi. Saya masih terus berguling hingga adik laki-laki saya, sebut saja namanya Bunga—eh, Rafli maksudnya—masuk ke kamar saya untuk mengambil laptop dan terdiam melihat kakaknya berguling-guling.

Saya diem. Berhenti ngeguling.

Dia juga diem. Ngelihatin saya dengan pandangan mikir.

Saya langsung merasa kalau dia sedang berusaha menghadapi kenyataan miris bahwa mahkluk absurd yang berguling tadi adalah kakak kandungnya. Tapi ternyata saya salah, yang keluar dari mulutnya adalah…

“Kak, kau gendut. Aku gendut. Dan karena itu, kita ada di kasta paling bawah.”

Saya jatuh dari tempat tidur. Literally.

Ternyata yang dia pikirkan jauh lebih absuuuuurd! Baca lebih lanjut

Motivasi…

Motivasi...

“Saat kamu bermalas-malasan, 12000 pesaingmu sedang belajar!”

…..well sebenernya saya nyontek sih kata-katanya, cuma ditambah aja jumlahnya biar agak serem. #dor Saya pertama kali tahu ini dari sahabat saya, Ayuni, ketika kami sedang berduaan di kamar saya untuk mengerjakan tugas seni. Sebenernya punya Ayuni lebih cantik sih, cuma saya lupa mintanya. Saya nyoba cari sendiri, eh, malah ketemu foto ini di Tumblr. Akhirnya saya coba bikin sendiri deh 😐

Kenapa saya bikin ini?

Baca lebih lanjut

Grammar Matters, Bb!

…or in this case, I’ll use Eyd :p

Kenapa saya malah bikin tulisan begini padahal saya udah lama gak nyentuh dunia kepenulisan? Gak tau. Mungkin banyak penyebabnya, banyak banget sampai saya rasa ribet kalau harus dijelasin satu-satu. Mulai dari penggunaan bahasa alay, yang alhamdulillah udah jarang saya lihat semenjak pindah, atau mungkin dari lawakan autotext (yang berbunyi ‘adek ini apalah…serpihan sukhoi’ dan sejenisnya). Bisa jadi faktor utamanya karena saya sekarang lebih sering bersosialisasi dengan temen-temen yang biasanya gak begitu memperhatikan hal yang memang sering di abaikan ini.

Terbiasa bergaul dengan anak-anak FFn yang lumayan strict soal ginian, sense saya jadi agak tumpul kalau sudah sms-an dengan temen-temen IRL. Bukannya saya mengharuskan menggunakan bahasa baku nan panjang (seperti yang biasa saya gunakan…maklum, kebiasaan sih hehe), penggunaan singkatan di sms itu wajar banget kok. Cuma yaaa, karena di sms kita gak tau intonasi lawan bicara kita bagaimana, ada baiknya kalau kita menggunakan salah satu bagian dari Eyd ini dengan benar: tanda baca.

Baca lebih lanjut

[Cerpen] Mimpi Buruk itu Relatif, Kawan

Bola matanya terbelalak.

Ia ditarik dari alam buaiannya secara paksa. Napasnya masih terengah; bukannya ia barusan ikut olimpiade, melainkan ia baru saja terlelap, mengistirahatkan syaraf-syaraf otaknya yang bekerja seharian penuh. Namun yang terjadi malah sebaliknya; syaraf itu dipaksa bekerja lagi–berpikir dalam apa yang mereka sebut bunga tidur, mimpi.

Gadis itu berusaha membuat napasnya naik-turun dengan teratur, istigfar terbisik dari bibirnya, peluh yang menetes dari keningnya ia seka dengan punggung tangannya. Matanya yang masih berkabut juga ia seka, ah, ternyata ketika ia melirik ke arah jam, masih pukul empat. Mau tidur lagi tanggung, mau bangun dilema, tahajud? Belum bisa, lagi kedatangan tamu bulanan, dia.

Kerongkongannya terasa kering, omong-omong.

Kaki-kakinya menjejak, mencoba keluar mengambil segelas air meski kepalanya masih agak pusing pasca terbangun paksa. Ketika pintu kamar terbuka, yang ia lihat adalah gulita–dan batallah niatnya pergi ke dapur. Takut ada putih-putih yang lewat.

Menggerutu kesal, ia kembali membaringkan diri di kasur nyamannya. Udara dingin akibat rinai hujan, dan sejujurnya, buaian angin membuatnya tergoda untuk melanjutkan lelapnya. Namun…

…ia teringat kembali akan mimpinya.

Sontak matanya terbuka kembali. Aih.
Baca lebih lanjut

Semangat Menyambut Bulan Suci? Semangat Main Petasan?

Assalamu’alaikum, dan holla—untuk siapapun teman-teman yang dengan sengaja ataupun nyasar ke postingan ini ε===(っ≧ω≦)っGak terasa ya, udah setahun saya ga ngapdet blog ini. Ahem.

Oke, lupakan janji saya untuk rajin mengapdet blog ahahahah saya ga tahu kalau ternyata jadi anak SMA itu ibaratkan spartan siang malam atau ibaratkan rakyat yang terkena romusha jaman penjajahan Nihon. Jadi mahasiswa ntar gimana yak? Oke, lanjutkan, saya mulai ngawur. ヽ(o ̄∇ ̄o)/

Saya ini kan muslim, jadi saya tengah berada di masa hepi di Bulan Suci Ramadhan ini ~q(≧∇≦*)(*≧∇≦)p~ Bukan, bukan karena kebijakan Almarhum Gus Dur yang menyarankan libur di bulan puasa untuk sekolah negeri—which means sekolah saya juga—tetapi saya hepi karena saya bisa diet meningkatkan amal di bulan penuh berkah ini. Yay. ~( ̄、 ̄;)~

Di postingan ini saya ga mau membahas tentang gimana saya ngejalani puasa—nggak kok, nggak, soalnya ini kan masih malam keempat bulan Ramadhan. Empat hari kurang sebulan, masih panjang lagi bulan Ramadhan kita .__. Yang mau saya ceritakan ini adalah wejangan dari Ustadz ngaji saya. Saya kebetulan inget wejangan singkat itu pas saya pergi untuk ibadah tadi, dan ada segerombolan anak-anak yang haha-hihi ngumpetin petasan di baju—ebuset. (゚(゚(゚(゚Д゚)!?

Jadi kan—gini ceritanya. *duduk, sesap teh kalem* Mau teh? Ini ini ( ´・ω・`)_且~~

Baca lebih lanjut

Hello, World! XD

Welcome to My Blog! . This is my first post. Umm… Ah. Oke, saya bingung harus ngomong apa, jadi pake Bahasa Indonesia aja ya biar bacotan ramblingan saya ‘ngena’. 😉

Uum. Sebenernya, saya rada-rada bingung waktu mau ngebuat blog. Saya sempat ngoceh sendiri di Plurk saya, dan untung ada yang ngerespon. Thanks a lot to them, really. XD

Saya juga rada malu. :blushing: Habisnya… Dulu saya pernah bilang gini, “Aku gak mau bikin blog, terlalu merepotkan. Dan, untuk apa? Ngabisin waktu aja.”

… Serasa ngejilat ludah sendiri, hoeeng… T^T Oke deh, buat temen yang ngerasa saya pernah bilang gitu, silahkan rajam saya. Saya ga konsisten. Orz.

Saya kelas 1 SMA. Oke, pas nulis post ini, belum resmi sih… Soalnya saya belum daftar di SMA manapun. Jadi saya rada bingung mau nulis infonya gimana. ==”

Mungkin juga saya rada heboh, soalnya ini blog pertama saya, wkwkwk. Ah, tenang. I’m not a strange person, I won’t make you get all the creeps. :3

Oke, udahan dulu ah. 😀 Bye-bye~

Oh, sebelum itu… mari kita tarik suatu kesimpulan dan moral value dari bacotan tulisan saya di atas:

Jangan bilang ‘tidak’ dulu sebelum mencoba. Karena, ucapanmu bisa berbalik menghujammu. Kyahaha. 😛